Satu Dayak: Satu dari 7 Butir Deklarasi Bengkayang 2017

Satu Dayak, tampa sekat, 7 Butir Deklarasi Bengkayang 2017,

Masyarakat Adat Sungai Krayan. Foto:Bulan Natalinda.

Satu Dayak. Tanpa sekat. Sebenarnya lebih pada peneguhan, bukan hal baru. Sebab Dayak memang satu. 

Pada  2 hingga 6 Juni 2017, sebuah peristiwa bersejarah menghiasi panggung kebudayaan di Bengkayang, Kalimantan Barat. Kongres Internasional I Kebudayaan Dayak telah diselenggarakan dengan semarak dan semangat yang membara. 

Lebih dari sekadar sebuah acara, kongres ini menjadi momentum penting dalam memperkokoh identitas dan persatuan masyarakat Dayak, serta membuka pintu menuju harmoni yang lebih dalam di antara suku-suku yang beragam.

Salah satu momen penting dalam kongres ini adalah pembacaan dan pengumuman 7 butir Deklarasi yang dirumuskan oleh para pemangku kepentingan Dayak dari berbagai penjuru. 

Deklarasi tersebut memancarkan cahaya pencerahan yang kuat, menunjukkan tekad untuk memperkuat ikatan tanpa sekat di antara suku-suku Dayak. Salah satu butir Deklarasi yang paling menonjol adalah pengakuan terhadap konsep "satu Dayak tanpa sekat".

Dalam butir ini, terkandung semangat untuk menghapuskan batasan-batasan yang mungkin telah tercipta selama ini. Tak lagi ada sekat yang memisahkan satu kelompok Dayak dari kelompok lainnya. 

Dayak bersatu dalam keberagaman, menggenggam erat nilai-nilai budaya yang menjadi akar dan identitas mereka. Kesatuan ini menjadi landasan kuat untuk menghadapi masa depan yang lebih bersatu, lebih kokoh, dan lebih berdaya.

Melalui pengakuan terhadap konsep "satu Dayak tanpa sekat" kongres ini memberikan pesan yang sangat jelas: bahwa kekayaan budaya Dayak adalah jembatan yang menghubungkan, bukan tembok pemisah. Suara tari, irama musik, kisah-kisah leluhur, semuanya bersatu dalam harmoni yang megah, mengalir dalam aliran kebersamaan yang menguatkan dan memberi makna.

Aksioma, sebagai istilah ilmiah, mengacu pada suatu kebenaran yang telah terbukti tanpa adanya keraguan atau kebutuhan untuk pengujian lebih lanjut. Konsep ini sering digunakan untuk menggambarkan realitas yang diterima umum dan telah terbukti dalam konteks tertentu. 

Salah satu contoh yang dapat dijadikan ilustrasi adalah kenyataan bahwa minum kopi dapat memberikan efek segar pada tubuh dan meningkatkan kewaspadaan mata. Aspek ini memiliki dasar pada penemuan bahwa kambing-kambing yang memakan daun kopi menunjukkan peningkatan keaktifan.

Aksioma juga dapat muncul dalam bentuk prinsip atau keyakinan yang dipegang oleh masyarakat. Salah satu contoh signifikan dari aksioma dalam konteks budaya adalah ide "Satu Dayak." Konsep ini merefleksikan persatuan yang diakui di seluruh komunitas Dayak, terlepas dari variasi geografis dan sub-kelompok.

Dayak dan Identitas Budaya
Borneo, sebagai pulau yang kaya akan keanekaragaman budaya, mengalami sejarah panjang integrasi budaya. Meskipun demikian, Dayak, sebagai komunitas asli di Borneo, telah mampu mempertahankan nilai-nilai dan identitas budaya mereka. 

Integrasi ini melibatkan percampuran budaya dari pengaruh luar, seperti yang terjadi melalui perdagangan atau upaya penyebaran agama. Meskipun pengaruh luar masuk, masyarakat Dayak tetap mempertahankan kesatuan dan ciri khas budaya mereka.

Masyarakat Dayak memiliki perbedaan budaya dan geografis, konsep "Satu Dayak" mengingatkan pada kekuatan bersatu dalam keragaman. 

Dalam hal ini, konsep "Satu Dayak" menjadi sangat penting. Meskipun ada variasi dalam praktik adat istiadat dan tradisi budaya antara kelompok dan wilayah, masyarakat Dayak secara kolektif mengakui persatuan mereka. Konsep ini mengatasi perbedaan dan mencerminkan semangat kebersamaan yang mengakar kuat dalam budaya Dayak.

Solidaritas dalam Huma Betang
Salah satu contoh nyata dari konsep "Satu Dayak" dapat ditemukan dalam adat istiadat Huma Betang. Konsep ini adalah bentuk rumah tradisional masyarakat Dayak, dan mewakili lebih dari sekadar struktur fisik. 

Di dalam Huma Betang, nilai-nilai gotong-royong, saling bantu, dan solidaritas sangat ditekankan. Ketika seorang anggota masyarakat mengalami kesulitan, tanggung jawab kolektif untuk membantu diutamakan, bahkan jika itu memerlukan penundaan terhadap pekerjaan penting.

Huma Betang juga menggambarkan pola pemukiman yang mengarah pada integrasi sosial. Meskipun ada perbedaan dalam tata adat dan nilai budaya antara rumah-rumah Betang yang berbeda, prinsip-prinsip bersatu dan saling mendukung tetap menjadi landasan bagi kehidupan komunal.

Keanekaragaman dalam Persatuan
Konsep "Satu Dayak" menggambarkan harmoni antara keanekaragaman dan persatuan. Hal ini juga sejalan dengan semangat bhineka tunggal ika, yang merujuk pada keberagaman sebagai kekuatan yang mempersatukan. 

"Satu Dayak" mencerminkan nilai-nilai yang sama, seperti gotong-royong dan tolong-menolong, yang melintasi kelompok dan wilayah dalam masyarakat Dayak.

Dengan demikian, meskipun masyarakat Dayak memiliki perbedaan budaya dan geografis, konsep "Satu Dayak" mengingatkan pada kekuatan bersatu dalam keragaman. 

Satu Dayak menjadi suatu aksioma yang mencerminkan kedalaman identitas budaya dan solidaritas dalam masyarakat Dayak, menghubungkan mereka melintasi batas geografis dan sub-kelompok.*)

LihatTutupKomentar
Cancel