Misi dan Gereja Katolik Kalimantan Barat Berperan dalam Literasi Politik Etnis Dayak

Oevaang Oeray, Palaunsoeka, Adikarjana, SJ,, Pacifikus Bos Dayak in Action, DIA, Partai Persatuan Daya, PPD, Nyarumkop, Misi, literasi, politik, Dayak
Mgr. Pacifikus Bos, Pastor Marcellus, Pastor Egbertus, P. Beatus di antara para siswa Standaardschool Nyarumkop (1928).

Jika hari ini orang Dayak, terutama di Kalimantan Barat, melek politik, atau istilah kerennya "literat di bidang politik" itu adalah jasa sekaligus buah dari karya Misi dan Gereja Katolik.

Maka bersyukurlah. Jas merah! Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Tundukkan kepala. Ingat para misionaris, tertutama Ordo Kapusin (OFM Cap) yang telah bersusah payah bertaruh nyawa dan segalanya untuk mengangkat derajat dan martabat Bi Doih, orang kita, yang ketika itu dijajah berlapis --meski berlangsung "hanya" 60 tahun saja.

Faktanya adalah bahwa banyak pemimpin dan tokoh Dayak muncul sebagai hasil dari pendidikan yang mereka terima dari sekolah Misi, terutama di Nyarumkop, Singkawang, Kalimantan Barat. 

Mereka telah diberi bentuk oleh beragam institusi pendidikan. Mulai dari sekolah calon pastor di seminari, Sekolah Pendidikan Guru yang dimulai dengan Normaalschool, dan dilanjutkan ke CVO (Cursus Volkschool Onderwijzer), serta kemudian ditingkatkan menjadi OVVO (Opleiding Voor Volks Onderwijzer). Beberapa di antara mereka bahkan menjalani pendidikan di tingkat MULO.

Seminari (sekolah calon pastor) dan Sekolah Pendidikan Guru adalah dua lembaga pendidikan kunci yang mendukung perkembangan tokoh-tokoh Dayak ini. 

Kedua lembaga tersebut didirikan dan dijalankan oleh Misi Katolik, terletak di desa Nyarumkop yang berdekatan dengan Singkawang. Pendidikan yang mereka terima di institusi-ini membekali mereka dengan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang kemudian mereka terapkan dalam berbagai peran politik dan kepemimpinan.

Dapat disebutkan, antara lain tokoh politik sekaligus tokoh Kalimantan Barat hasil didikan Misi ini: J.C. Oevang Oeray, F.C. Palaunsoeka, A. Djelani, M. Th Djamau, AF Korak, M Andjiu, H.S. Masoeka Djanting, I. Kaping, W. Hittam, Jam Linggie; Anyiem; CP Djaoeng, Saiyan, CJ Impan, PJ Denggol, PF Bantang, dan masih banyak lagi untuk disernaraikan.

Melalui perjalanan panjang pendidikan dan pengalaman mereka, para tokoh Dayak ini akhirnya menjadi tulang punggung perubahan politik dan sosial di Kalimantan Barat. 

Mereka membawa visi dan kepemimpinan yang mengilhami perubahan positif dalam masyarakat mereka, menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi suku Dayak dan seluruh wilayah Kalimantan Barat.

Pada tahun 1885, tercatat dalam sejarah ada seorang pastor Jesuit yang bernama Staal memulai perjalanannya menuju Singkawang. Seiring dengan berjalannya waktu, ia kemudian menjadi Vikaris Apostolik Jakarta. 

Namun, tonggak sejarah yang lebih monumental terjadi pada tahun 1905, ketika Ordo Kapusin Provinsi Belanda mengambil alih tanggung jawab atas Prefektur Apostolik Borneo. 

Tanggal 30 November 1905 menjadi titik awal sebuah peristiwa bersejarah yang akan mengubah nasib dan wajah Borneo.

Misi dari Ordo Kapusin tiba dengan penuh semangat di Singkawang pada tanggal tersebut. Kemudian, mereka membuka stasi di Sejiram pada tahun 1906, dan di Laham pada tahun 1908. 

Dengan setiap derap langkah para misionaris pionir, pesan agama dan kebaikan mulai merasuki hati penduduk setempat, dan Borneo terbukalah untuk pertumbuhan dan perkembangan iman Katolik.

Pada tahun 1909, Pontianak diangkat sebagai pusat misi yang sangat penting, dan ditetapkan sebagai kediaman Prefek Apostolik Mgr. Pacifikus Bos. 

Dengan penunjukan ini, Pontianak menjadi pusat kegiatan misi yang berkembang pesat di Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat, peran Gereja Katolik sangatlah sentral dalam "pembudayaan" dan kemajuan etnis Dayak. 

Gereja yang menyelamatkan dan membangun
Gereja pada waktu itu terpanggil melayani tidak hanya bertugas menyebarkan agama, melainkan juga mendidik generasi muda, memberikan fasilitas medis, dan membantu dalam membangun masyarakat.

Gereja turut memfasilitasi berbagai inisiatif penting, termasuk Pertemuan Dayak in Action (DIA), yang mempromosikan kesatuan dan kerja sama di antara suku Dayak. 

Tercatat ada seorang pastor Jesuit yang turut memfaslitasi Pertemuan Dayak in Action (DIA), yakni Adikarjana, SJ. Menurut keterangan saksi, pastor Adikarjana, SJ masih kerabat, atau paman dari salah seorang legendaris dan pencipta musik pop Indonesia, Aloysius (A.) Ryanto.

Selain itu, mereka mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit, serta pusat-pusat kesehatan yang menjadi penopang penting bagi perkembangan masyarakat setempat. 

Tak hanya itu! Pada masa-masa sulit, terutama selama perang dan pendudukan Jepang, Gereja juga memberikan bantuan kemanusiaan berupa susu dan makanan, menjadi tumpuan bagi masyarakat yang memerlukan pertolongan.

Buah didikan Misi di Nyarumkop
Sebagai hasil dari upaya Gereja dan para misionaris, Kalimantan Barat mengalami perubahan besar dalam hal perkembangan agama, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. 

Semua ini menjadikan Gereja sebagai pilar utama dalam proses perubahan dan kemajuan di wilayah ini, memberikan dampak yang berkelanjutan bagi masyarakat Kalimantan Barat.

Munculnya Partai Persatuan Daya (PPD) dari awalnya Pertemuan Dayak in Action (DIA) pada tanggal 1 November 1945 adalah tonggak bersejarah yang mengubah arah politik Kalimantan Barat. 

Tercatat ada seorang pastor Jesuit yang turut memfaslitasi Pertemuan Dayak in Action (DIA), yakni Adikarjana, SJ. Menurut keterangan saksi, pastor Adikarjana, SJ masih kerabat, atau paman dari salah seorang legendaris dan pencipta musik pop Indonesia, Aloysius (A.) Ryanto.

PPD hadir sebagai wujud transisi yang ditandai dengan pemindahan kantor pusatnya dari wilayah daerah ke Pontianak, ibu kota provinsi. Perubahan ini, tentu saja, membutuhkan figur-figur penting yang dapat memainkan peran kunci dalam kancah politik, dan itulah saat dimana "tokoh-tokoh politik" Dayak mulai muncul.

Saat kita melihat perjalanan sejarah ini, kita dapat mengidentifikasi bahwa banyak pemimpin Dayak yang muncul sebagai hasil dari pendidikan yang mereka terima. 

Mereka dibentuk di berbagai lembaga pendidikan, mulai dari sekolah calon pastor di seminari, Sekolah Pendidikan Guru yang dimulai dengan Normaalschool, dan dilanjutkan ke CVO (Cursus Volkschool Onderwijzer), serta kemudian ditingkatkan menjadi OVVO (Opleiding Voor Volks Onderwijzer). Beberapa di antara mereka juga mendapatkan pendidikan di tingkat MULO.

Seminari (sekolah calon pastor) dan Sekolah Pendidikan Guru adalah dua institusi pendidikan penting yang mendukung perkembangan pemimpin-pemimpin Dayak ini. 

Keduanya didirikan dan dijalankan oleh Misi Katolik, berlokasi di desa Nyarumkop yang berdekatan dengan Singkawang. Pendidikan yang mereka terima di lembaga-lembaga ini membekali mereka dengan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang kemudian mereka terapkan dalam berbagai peran politik dan kepemimpinan.

Melalui perjalanan panjang pendidikan dan pengalaman mereka, tokoh-tokoh Dayak ini akhirnya menjadi tulang punggung bagi perubahan politik dan sosial di Kalimantan Barat. 

Mereka membawa visi dan kepemimpinan yang mengilhami perubahan positif dalam masyarakat mereka, menciptakan masa depan yang lebih baik bagi Dayak dan seluruh wilayah tersebut. 

Jadi, jujur saja. Bukan negara. Tetapi Gereja Katolik dan Misi yang berperan di dalam membangun seluruh aspek perikehidupan orang Dayak dan umat Katolik di Kalimantan Barat. Sekaligus mendirikan dan membangun akar serta nilai-nilai dignitas dan kemuliaan yang "terarah" kepada Dia, sang Kebaikan.

(Rangkaya Bada)

LihatTutupKomentar
Cancel