Pemekaran Kabupaten Bangkule Rajakng : Gap Antara Janji dan Realita

gagasan, pemekaran, abupaten, Bangkule Rajakng, Landak, Kalimanta Barat, moratorium, janji
Deklarasi Pemekaran  Kabupaten Bangkule Rajakng dihadiri ratusan orang pada hari Minggu, 25 Februari 2024. Ilustrasi: Pelita Mentonyek.


PATIH JAGA PATI: Deklarasi pemekaran daerah otonomi baru di Kabupaten Landak Minggu , 25 Februari 2024, telah menimbulkan berbagai respons dan perdebatan di kalangan masyarakat.


Gagasan pemekaran daerah otonomi baru bernama Kabupaten Bangkule Rajakng itu meliputi 3 kecamatan di Kabupaten Mempawah (Kecamatan Anjongan, Toho, dan Sadaniang) dan 4 kecamatan di Kabupaten Landak (Kecamatan Mempawah Hulu, Menjalin, Sompak, dan Mandor). 

Dayak Tidak Dari Mana Pun, Melainkan Asli Borneo

Gagasan pemekaran yang melibatkan beberapa kecamatan dari Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Landak mendapatkan dukungan dari sejumlah tokoh, yang meyakini bahwa usulan tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mencerminkan aspirasi masyarakat setempat.

Pertanyaan kritis dan jawaban jitu

Namun, dalam konteks wacana pemekaran Kabupaten Bangkule Rajakng, ada aspek kritis yang perlu dipertimbangkan. Misalnya saja:

  1. Apakah gagasan itu sudah benar-benar telah menjadi kebutuhan dan aspirasi rakyat atau baru sebatas keinginan sejumlah elit dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat?
  2. Apakah gagasan itu telah mempertimbangkan kajian/naskah akademik yang komprehensif sebagai acuan data yang bisa dipertanggungjawabkan?
  3. Apakah gagasan itu telah mempertimbangkan aspek undang-undang dan kebijakan pemerintah pusat yang telah membuat status penundaan sementara (moratorium) karena hasil kajian dan evaluasi yang menyeluruh. 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak hanya mencoba merunut keberlanjutan moratorium dan kebijakan pemerintah pusat terkait pemekaran, tetapi juga mengajukan pertanyaan lebih dalam, seperti apakah gagasan pemekaran benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat ataukah justru menjadi semacam keinginan sekelompok elit yang mencoba mengemasnya sebagai aspirasi rakyat.

Menjawab kepentingan riil masyarakat

Jawaban atas pertanyaan kritis di atas dapat dilihat sebagai suatu bentuk pendidikan politik bagi masyarakat. Sebab, pemahaman yang mendalam terhadap peristiwa deklarasi pemekaran berperanan penting. Dan pertanyaan-pertanyaan ini dapat menjadi instrumen untuk kontekstualisasi serta memahami niat sebenarnya dari para tokoh yang mengusulkan pemekaran. Ini menjadi relevan terutama mengingat potensi adanya manipulasi atau agenda tersembunyi yang mungkin terjadi dalam peristiwa sejarah tertentu.

Kiranya, dalam rangka menuju sulan pemekaran daerah otonomi barum perlunya fakta dan data empiris sebagai fondasi argumen yang kuat. Meskipun semangat undang-undang mendukung pemekaran sebagai sarana untuk memperkuat hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat, dukungan ini harus didasari oleh data konkret.

Baca Daud Yordan Raih Suara Terbanyak (Sementara) DPD Kalimantan Barat Tanpa Politik Uang

Keterlibatan elemen ekonomi, sosial, politik, dan budaya dalam keputusan pemekaran perlu diurai secara komprehensif.

Memang akan ada risiko politisasi pemekaran daerah dan pentingnya menilai setiap usulan berdasarkan parameter filosofis, yuridis, dan realitas objektif.

Evaluasi terhadap pemekaran sebelumnya mencerminkan dampak negatif dari kepentingan politik para elit lokal. Oleh karena itu, peringatan diingatkan agar kebijakan pemekaran tidak hanya menjadi alat kepentingan politik semata, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.

Moratorium masih berlaku

Tidak bisa dinafikan Moratorium pemekaran yang diudangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010. Bagaimana pun, Moratorium masih berlaku hingga saat ini.

Selain daripada itu, pertimbangan finansial dan evaluasi kinerja daerah pemekaran menjadi faktor utama dalam keputusan ini.

Perlu kiranya usulan pembentukan daerah otonomi baru didasarkan pada urgensi dalam konteks Moratorium untuk memastikan tercapainya tujuan pemekaran secara bertahap.

Oleh karena itu, gagasan dan usulan pemekaran daerah tidak boleh sekadar mencerminkan keinginan elit politik yang mengatasnamakan aspirasi rakyat. Sebaliknya, gagasan da usulan pemekaran daerah baru, harus dianalisis dengan cermat melalui pendekatan filosofis, yuridis, dan realitas objektif. T

Kejujuran dan transparansi dalam komunikasi dengan masyarakat lebih berharga daripada janji-janji politik, tanpa dukungan fakta dan data.

Dengan demikian, frasa "Tempus omnia revelat" terus menciptakan pemahaman lebih dalam seiring berjalannya waktu, mengungkapkan lapisan kebenaran dan kompleksitas pemekaran daerah.

  • X-5, kompilasi berbagai sumber.

LihatTutupKomentar
Cancel