23 Mei "Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia": Bagaimana Penerbit Dayak?

Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia, UNESCO, Pabayo, Sinar Bagawan Khatulistiwa, penerbit, Dayak, Lembaga Literasi Dayak, Edi Petebang


Publikasi-publikasi Penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD).

PATIH JAGA PATI : United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan 23 Mei sebagai "Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia" pada tahun 1995 sebagai bentuk penghargaan kepada penulis, penerbit, dan penjual buku. Hal ini juga dimaksudkan untuk mempromosikan kecintaan pada membaca, publikasi, dan hak cipta.

Hari tersebut dipilih untuk menghormati tanggal kelahiran penulis terkenal, Miguel de Cervantes, yang lahir pada 23 Mei 1547, serta tanggal kematian penulis besar lainnya, William Shakespeare, yang juga wafat pada tanggal yang sama pada tahun 1616.

Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia

 Penetapan 23 Mei sebagai "Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia" oleh UNESCO pada tahun 1995 memiliki latar belakang yang kaya. Tanggal tersebut dipilih dengan tujuan untuk menghormati kontribusi besar dari dua tokoh sastra dunia, yakni Miguel de Cervantes dan William Shakespeare, yang keduanya memiliki tanggal yang signifikan dalam sejarah sastra.

Miguel de Cervantes, yang terkenal sebagai penulis novel klasik "Don Quixote", lahir pada tanggal 23 Mei 1547. Karyanya ini dianggap sebagai salah satu karya sastra paling penting dalam sejarah sastra Barat, dengan pengaruh yang luas dan mendalam di seluruh dunia.

Sementara itu, William Shakespeare, seorang dramawan Inggris terkemuka, juga memiliki hubungan erat dengan tanggal 23 Mei. Meskipun tidak dapat dipastikan secara pasti, tanggal kematian Shakespeare diperkirakan jatuh pada 23 April 1616, menurut kalender Julian yang berlaku pada saat itu (atau 3 Mei menurut kalender Gregorian yang kita gunakan sekarang), namun, jika menggunakan kalender Gregorian, yang dipakai oleh sebagian besar dunia saat ini, maka 23 April akan menjadi 23 Mei.

Pemilihan tanggal ini oleh UNESCO memiliki tujuan yang sangat mulia. Selain menghormati dua tokoh sastra besar tersebut, penetapan Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia juga bertujuan untuk mempromosikan kecintaan pada membaca, mendorong publikasi buku, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hak cipta bagi penulis dan penerbit. 

Buku jendela dunia: perannya belum tergantikan.

Dengan merayakan Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia setiap tahunnya pada tanggal 23 Mei, UNESCO berharap untuk menginspirasi masyarakat di seluruh dunia untuk lebih menghargai peran buku dalam membentuk budaya, pengetahuan, dan pemikiran manusia.

Buku = Mahkota dan mengikat ilmu pengetahuan

Buku, yang telah menjadi sahabat setia kita dalam menjelajahi dunia pengetahuan, memiliki sejarah panjang yang menggambarkan perjalanan dan perkembangan peradaban manusia. Dari gulungan papirus Mesir kuno hingga era teknologi digital modern, buku telah menjadi sarana utama untuk menyampaikan ide, menyibak wawasan, dan memperkaya ilmu pengetahuan kita.

Buku bukan hanya sekadar kumpulan halaman yang dijilid. Buku mencerminkan perjalanan intelektual manusia. Pada awalnya, manusia menggunakan berbagai medium untuk mencatat pemikiran mereka, termasuk batu, tanah liat, dan papirus. Seiring waktu, perkembangan teknologi dan kebudayaan membawa kita ke masa di mana buku-buku mulai dihasilkan dengan menggunakan kertas dan cetakan.

Pada abad ke-15, revolusi cetak oleh Johannes Gutenberg membawa revolusi besar dalam dunia penerbitan. Penemuan mesin cetaknya memungkinkan produksi buku secara massal, membuat buku lebih terjangkau dan dapat diakses oleh lebih banyak orang. Inilah yang kemudian menjadi fondasi bagi penyebaran pengetahuan yang lebih merata di masyarakat.

Seiring dengan eksplorasi dunia dan pertumbuhan perdagangan, buku-buku mulai berlayar melintasi samudra. Pusat-pusat intelektual seperti perpustakaan Aleksandria dan perpustakaan House of Wisdom di Baghdad menjadi pusat penyebaran ilmu pengetahuan. Selanjutnya, Renaissance di Eropa menandai kebangkitan minat terhadap warisan klasik, dan pencetakan ulang teks-teks kuno yang penting menjadi mungkin.

Selama berabad-abad, buku juga menjadi saksi bisu dari perubahan sosial dan politik. Pamflet-pamflet revolusioner dan karya-karya sastra telah membentuk opini publik dan memicu perubahan. Pada abad ke-19, pembentukan perpustakaan umum dan pendidikan dasar wajib semakin meningkatkan akses masyarakat terhadap buku, memperkaya budaya literasi dan pengetahuan.

Menginjak abad ke-20, teknologi terus membawa evolusi pada bentuk buku. Pengenalan media baru, seperti buku audio, dan kemudian e-book, memperluas cara kita berinteraksi dengan teks. Saat ini, era digital telah membawa buku ke platform daring, memungkinkan akses instan ke ribuan judul dan menyediakan forum untuk berbagi pemikiran dan ulasan.

Sejarah buku adalah sejarah manusia yang terus berkembang. Dari primitif hingga digital, buku tetap menjadi jendela pengetahuan, membuka cakrawala baru bagi mereka yang bersedia menjelajahnya. Sebuah perjalanan yang penuh inspirasi, membuktikan bahwa keinginan manusia untuk belajar dan berbagi cerita adalah kekuatan yang tak terbatas, diwujudkan dalam halaman-halaman yang terikat dengan kata-kata yang abadi.

Sementara itu, sejak tahun 1995, UNESCO menetapkan 23 Mei sebagai "Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia", untuk menghormati tanggal kelahiran Miguel de Cervantes dan tanggal kematian William Shakespeare. 

Tanggal tersebut dipilih untuk mempromosikan kecintaan pada membaca, publikasi, dan hak cipta, serta untuk menghargai kontribusi besar dari kedua tokoh sastra tersebut. Perayaan Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia menjadi momen penting untuk mengingat betapa pentingnya peran buku dalam membentuk budaya, pengetahuan, dan pemikiran manusia, sekaligus merayakan warisan sastra yang kaya.

Geliat Penerbit Dayak

Hingga saat ini, kehadiran Badan Penerbit yang dimiliki oleh orang Dayak telah menjadi sorotan yang signifikan dalam dunia penerbitan. Setidaknya, terdapat empat Badan Penerbit yang namanya melekat dengan keberadaan dan kepemilikan orang Dayak.

Salah satu Badan Penerbit yang memperlihatkan kontribusi yang luar biasa adalah Penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD), yang dipimpin oleh Masri Sareb Putra. Dengan mengusung misi untuk mengangkat dan mempromosikan karya-karya sastra dan pengetahuan dari budaya Dayak, LLD telah berhasil menerbitkan lebih dari 300 buku dengan penerbitan resmi, masing-masing dengan nomor ISBN (International Standard Book Number) yang memvalidasi keberadaan dan kualitasnya di pasar buku global.

Selain LLD, kehadiran Sinar Bagawan Khatulistiwa juga merupakan bukti lain dari keaktifan dan keberanian orang Dayak dalam mengembangkan industri penerbitan. Di bawah kepemimpinan Damianus Siyok, Sinar Bagawan Khatulistiwa telah menghasilkan lebih dari 50 judul buku yang berkualitas dan bermakna. Meskipun jumlahnya mungkin lebih sedikit dibandingkan dengan LLD, namun kontribusi Sinar Bagawan Khatulistiwa dalam mendukung literasi dan penyebaran pengetahuan tidak boleh diabaikan.

Kedua Badan Penerbit ini tidak hanya mencerminkan kemajuan dalam industri penerbitan, tetapi juga menjadi titik pangkal bagi peningkatan literasi dan penghargaan terhadap kekayaan budaya Dayak. Dengan memperluas jaringan distribusi, memperkaya ragam karya yang diterbitkan, dan terus mengembangkan strategi pemasaran yang inovatif, mereka telah membuka pintu bagi lebih banyak penulis dan intelektual Dayak untuk menyampaikan ide dan cerita mereka kepada dunia.

Keberhasilan LLD dan Sinar Bagawan Khatulistiwa juga memberikan inspirasi bagi komunitas Dayak lainnya untuk terlibat lebih aktif dalam dunia penerbitan, serta menegaskan pentingnya pemahaman akan kekuatan literasi dalam memperkuat identitas budaya dan mempromosikan perubahan positif di dalam masyarakat. Dengan demikian, Badan Penerbit yang dimiliki oleh orang Dayak tidak hanya merupakan lembaga bisnis, tetapi juga menjadi wahana untuk membangun jembatan antara masa lalu dan masa depan, serta antara kekayaan budaya tradisional dan dinamika global kontemporer.

Selain Penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD) dan Sinar Bagawan Khatulistiwa, keberadaan dua Badan Penerbit lainnya, yaitu Penerbit Putra Pabayo Perkasa dan Penerbit serta Percetakan Edi Petebang, turut memperkaya panorama penerbitan yang dimiliki oleh orang Dayak. Kedua penerbit ini memiliki markasnya di Pontianak, menunjukkan bahwa semangat penerbitan di kalangan masyarakat Dayak tidak hanya berkembang di wilayah pedalaman, tetapi juga mencapai kota-kota besar.

Penerbit Putra Pabayo Perkasa menonjolkan dirinya sebagai salah satu pemain utama dalam penerbitan di Kalimantan Barat. Dengan komitmen untuk mendukung pengembangan literasi dan mendorong penciptaan karya-karya yang berkualitas, penerbit ini telah menerbitkan berbagai judul buku yang mencakup beragam tema, mulai dari sastra hingga pengetahuan umum. Keberadaannya memberikan wadah bagi penulis lokal untuk mengungkapkan gagasan dan bakat mereka.

Di sisi lain, Penerbit serta Percetakan milik dan dikelola oleh Edi Petebang juga memiliki peran yang penting dalam mendukung ekosistem penerbitan di Pontianak dan sekitarnya. Dengan kombinasi antara penerbitan dan percetakan, Edi Petebang tidak hanya menghasilkan buku-buku berkualitas, tetapi juga memberikan layanan cetak kepada berbagai pihak, termasuk penerbit independen dan penulis mandiri. Dengan demikian, Edi Petebang tidak hanya menjadi tempat untuk menerbitkan karya, tetapi juga menjadi mitra dalam mewujudkan visi dan impian para penulis.

Kehadiran Penerbit Putra Pabayo Perkasa milik dan dikelola Pitalis Mawardi dan Penerbit serta Percetakan Edi Petebang secara nyata menggambarkan komitmen dan kontribusi yang beragam dari masyarakat Dayak dalam dunia penerbitan. 

Dengan terus mengembangkan portofolio penerbitan, memperluas jaringan distribusi, dan menerapkan praktik-praktik terbaik dalam industri penerbitan, kedua penerbit ini berpotensi untuk semakin meningkatkan peran mereka dalam mendukung literasi dan mempromosikan kekayaan budaya Dayak kepada dunia.

--Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar
Cancel