Satu DAYAK Banyak Subnya

Dayak, sub , etnis, Borneo, Kalimantan, asli, rtidak dari mana pun, satu Dayak, binnenlander, Usop, indigenous people

 

Satu Dayak berbeda dengan Dayak yang satu dan Dayak yang esa.


Aksioma.

Istilah ilmiah menggambarkan suatu hal, peristiwa, atau entitas yang telah terbukti kebenarannya. Tidak diragukan lagi. Tanpa perlu (lagi) untuk diuji. Meski kita belum pernah mengalaminya. Percaya saja pada kebenaran yang diterima umum. Atau kebenaran yang diturunkan generasi ke generasi.

Contoh sederhana. Minum kopi dapat membuat badan segar. Mata melek kembali. Ini kebenaran yang tidak perlu diragukan. Telah terbukti bertahun-tahun, bahkan berabad lamanya. Seorang anak gembala di Afrika, konon menemukan fakta. Bahwa kambing-kambingnya yang memakan daun kopi dan menggasak buahnya, ternyata lebih gesit dibanding kambing yang lain. Baru kemudian kopi dikonsumsi manusia. Kisah penemuan kopi ini, silakan Pembaca tanya pada mbah Google!

Atau contoh lain aksioma yang cukup ekstrem. Jatuh dari ketinggian pohon 7 meter, tanpa mengenakan apa-apa, akan celaka. Apakah perlu dibuktikan? Tidak! Meski belum mengalaminya, percaya saja kita. 

The only one Dayak

Kelak aksioma bisa menjadi teori atau dalil.  Yang berlaku di mana-mana. Dirumuskan dengan kalimat singkat dan abstrak. Topik ini akan dinarasikan nanti pada tulisan lain. Kali ini kita fokus pada aksioma: Satu Dayak. The only one Dayak

Peng-AKU-an atau bersetuju bahwa Dayak itu satu telah menjadi fenomena di mana-mana. Komunitas, klan, masyarakat, atau kelompok internal Dayak secara jelas tegas menyatakannya. Salah satu butir Deklarasi Kongres Internasional Kebudayaan Dayak I di Bengkayang tahun 2017 menyatakan: Mengakui Satu Dayak. Iban Summi II di Tapang Sambas, Kalimantan Barat, Maret 2023, butir pertama Maklumatnya menyatakan: Mengakui Satu Iban.

Dari sisi sejarah, istilah "Dajak" pertama kali diperkenalkan Hogendorph, kontroler Banjarmasin tahun 1757. Para antropolog yang meneliti dan menulis indigenous people of Borneo yang pada ketika ini ditengarai bilangannya mencapai lebih dari 8 juta, menggolongkannya. Ada yang berdasarkan tempat tinggal, bahasa (dialek), persebaran, adat dan budaya. Sebut saja penggolongan oleh Duman, Kennedy, Mallinckrodt, Sellato, atau Stohr. Penggolongan oleh "orang dalam", peneliti dan penulis Dayak seperti Riwut dan Ukur dapat dikatakan meneruskan, atau menambahi penggolongan Dayak oleh pakar luar itu. 

Mereka itu yang menggolongkan Dayak terdiri atas 7 stammenras (rumpun besar) dan terbagi ke dalam 405 sub-Dayak. 

Lamin, rumah panjang, betang, radakng, huma betang, atau apa pun namanya. Adalah istilah berbeda untuk menamai entitas yang sama. Itulah bukti. Aksioma. Bahwa hanya ada SATU DAYAK.

Menurut publikasi hasil penelitian salah satu pakar Dayak dan kedayakan yang dapat kita sebut sebagai seorang etnolog dari dalam yaitu Profesor Usop (1996) bahwa dalam masa rentang sejarah yang sangat panjang di pulau Borneo telah terjadi bermacam-macam integrasi atau penyatuan berbagai unsur-unsur budaya dan kehidupan masyarakat di tempat itu. 

Dengan semakin terbukanya isolasi serta modernisasi dengan saling internepetrasinya unsur-unsur luar (asing) ke dalam suatu kaum/ komunitas maka terjadilah persilangan budaya. 

Hal itu tidak dapat dihindari, sedemikian rupa, sehingga mulai pengujung abad ke-18 Borneo tidak lagi dihuni oleh hanya penduduk aslinya, melainkan pula datang pengaruh dari luar dengan berbagai motif kedatangan. Ada yang datang ke Borneo dengan motif berdagang, menyebarkan agama, namun ada pula yang hendak menguasai atau menjajah seperti Kompeni Hindia Belanda.

Tidak dapat untuk dihindari lagi bahwa terjadi berbagai integrasi, yang pertama adalah integrasi penduduk atau pola pemukiman. Integrasi penduduk atau pola pemukiman menunjukkan bahwa telah terjadi adanya percampuran antara Melayu tua dan Melayu muda di pulau Borneo, sedemikian rupa sehingga istilah Dayak mengandung makna Dayak sebagai indigenous people sebagai yang asli, autokton, yang pribumi untuk memisahkan sebutan dari non-muslim Dayak sebagai Melayu tua atau Austronesia (Usop 1996: 5). Tentu saja, ini menurut Usop.

Kiranya sejarah awal tentang migrasi dan integrasi dari sisi etnografi ini masih debatable di antara para pakar. Oleh karena terjadi silang pendapat maka kita dapat mengikuti mazhab yang mana. Hal yang paling penting di dalam mengikuti mana mazhab yang paling dianggap sesuai adalah masing-masing pada posisi mempertahankan pilihan sadar, dapat mempertanggungjawabkannya, dan tahu argumen yang mendasarinya. 

Selain integrasi di bidang kependudukan dan pola pemukiman, ada pula integrasi bidang politik oleh karena masuknya kekuatan-kekuatan dari luar utamanya pengaruh-pengaruh penjajah atau Hindia Belanda maka terjadi yang disebut pola integrasi politik. 

Wilayah-wilayah yang pada awal mula diduduki atau dikuasai oleh klan-klan atau kaum-kaum atau sub-sub etnik Dayak yang yang merdeka atau otonom di wilayahnya masing-masing mulai terjadi polarisasi. Bagaimanakah polarisasi yang dimaksudkan? 

Mengacu kepada Usop (1996: 6)  bahwa kesamaan, kemiripan, dan perbedaan itu telah mencapai sesuatu tingkat integrasi atau berbagai wujud proses integrasi melalui interaksi pembangunan fisik dan saling isi mengisi tidak hanya intern daerah antar daerah dan nasional tetapi juga antarbangsa.

Sejarah dimainkan dan bermain: Dayak masuk di dalam pusarannya

Sejarah pun telah ikut bermain sehingga Kalimantan memiliki  5 provinsi di lingkungan Republik Indonesia, dua negara bagian dalam federasi/persekutuan yaitu Malaysia dan 1 menjadi sebuah negara tersendiri yakni Brunei Darussalam. 

Singkatnya, masing-masing wilayah itu seturut takdir sejarah menjadi provinsi (Indonesia) negara bagian (Sarawak), dan negara (Brunei Darussalam) telah mengalami dan menjadi proses integrasinya sendiri sendiri dalam kerangka nasional masing-masing.

Demikianlah Borneo menjadi suatu wilayah yang sungguh sangat unik dan hanya ada di Indonesia. Bahwa ternyata satu pulau terdiri atas sekaligus dimiliki oleh tiga negara. Menjadikan pulau ini sungguh unik dengan segala aspek-aspek yang ada di dalamnya. 

Dapat saja Kalimantan dipisah-pisah oleh teritori politik, akan tetapi sesungguhnya dilihat dari adat budaya satu dan sama. Contohnya adalah bahwa apabila terjadi ancaman atas salah satu wilayah dari luar atau oleh kekuatan dari luar pulau yang mengancam penduduk aslinya maka seluruh warga penduduk asli Borneo bersatu-padu. 

Kesamaan adat istiadat

Kesamaan adat istiadat, kemudian membentuk kesamaan jiwa, pikiran, dan perasaan yang yang pada puncaknya mengkristal menjadi adat istiadat dalam ujud sikap atau tindakan berbela rasa satu terhadap yang lain. 

Di muka, kita telah melihat apa makna adat istiadat istiadat. Bahwa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, keyakinan, perbuatan, tingkah laku, best practice yang diturunkan dari generasi ke generasi berkembang menjadi suatu kebiasaan yang dianggap normatif bahkan dianggap baik. Orang Dayak dikenal sangat tinggi berbela rasa, gotong-royong, saling bantu satu sama lain. Jadi jika melihat hal ini sudah menjadi bagian dari kehidupan komunal orang Dayak.

Itulah yang kita sebut sebagai nilai-nilai yang terkandung di dalam adat istiadat orang Dayak. Demikianlah pula nilai yang terpancar secara nyata di dalam adat-istiadat Huma Betang. Bahwa penghuninya saling tolong, saling bantu, apabila ada di antara warga yang mengalami kesusahan maka wajib hukumnya untuk ditolong. Biarpun saat itu mempunyai pekerjaan penting untuk dilakukan, ditunda dulu, demi untuk menolong warga yang harus ditolong itu.

Apabila kita berbicara mengenai adat-istiadat atau budaya Huma Betang, hal itu berlaku di rumah batang itu sendiri. Seperti diketahui, pada zaman dahulu kala, satu kampung sama dengan satu Huma Batang.

Dalam praktik kehidupan Dayak di masa lampau, antara satu rumah Betang dengan yang lain sudah berbeda ditilik dari sisi klan, kaum, dan kampung atau wilayah kekuasaan. Masing-masing huma batang memiliki tata adat dan nilai budaya yang berbeda satu dengan yang lain.

Lamin, rumah panjang, betang, radakng, huma betang, atau apa pun namanya. Adalah istilah berbeda untuk menamai entitas yang sama. Itulah bukti. Aksioma. Bahwa hanya ada SATU DAYAK. 

Jika mengerti bhineka tunggal ika, itulah metafora yang pas untuk menerangkan "satu Dayak".

- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar
Cancel