Orang Dayak Yang Tidak Berladang, Tidak Berhak Mengadakan Gawai

ladang, orang Dayak, arif, memperhatikan lingkungan, ulir balik, bijaksana, penduduk asli Kalimantan, gawai

Dok. PJP
Di ranah Jawa, ada gunung berapi yang menyuburkan tanah. Di Kalimantan, tidak ada gunung berapi. Sedemikian rupa, sehingga arang dan abu hasil pembakarkan menyuburkan ladang Dayak.

Orang Dayak tidak membakar hutan, melainkan membakar lahan ladang. Asap api hanya sementara saja, jika angin bertiup maka selesai. Orang Dayak arif dalam berladang. Orang Dayak yang arif dan bijaksana secara turun temurun dan sangat memperhatikan aspek lingkungan! Baca Ladang Orang Dayak

Berladang secara tradisional oleh orang Dayak adalah praktik pertanian yang telah dilakukan turun-temurun dan sangat memperhatikan aspek lingkungan. Cara berladang orang Dayak ini juga dikenal dengan sebutan "ladang huma" atau "ladang berpindah." 

Berikut adalah narasi tentang cara berladang orang Dayak yang arif dan bijaksana dalam memelihara lingkungan. Suatu praktik yang banyak disalahmengerti orang luar. Atau dimengerti tetapi Dayak sengaja atau direkayasa utuk di-victimisasi dengan sejumlah dalih yang absurd; melawan praktik-baik (best pratice) serta di luar adat  tradisi budaya Dayak sebelum orang luar masuk.

Sistem Rotasi Ladang/ulir balik: Orang Dayak memiliki sistem rotasi ladang yang sangat bijaksana. Mereka tidak membakar hutan, melainkan memilih lahan yang telah gundul atau sudah pernah digunakan sebelumnya. 

Setelah beberapa musim tanam, lahan tersebut ditinggalkan untuk pulih dan kembali ditanami vegetasi alami. Hal ini memungkinkan lahan kembali subur dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Berikut ini praktik-baik, sekaligus kearifan berladang orang Dayak:

Penggunaan Bahan Organik: Tanaman yang ditanam dalam ladang Dayak menggunakan bahan organik seperti arang dan abu hasil pembakaran kayu yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Praktik ini memastikan kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan ekosistem di sekitar ladang.

Orang Dayak tidak membakar hutan, melainkan membakar lahan ladang. Suku asli Kalimantan ini arif dalam berladang. Orang Dayak yang arif dan bijaksana secara turun temurun dan sangat memperhatikan aspek lingkungan!
Pengelolaan Keanekaragaman Hayati: Orang Dayak menjaga keanekaragaman hayati di ladang mereka dengan menanam berbagai jenis tanaman pangan dan tanaman lain yang bermanfaat. Hal ini membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan memberikan sumber pangan yang beragam.

Menghormati Makhluk Hidup: Dalam berladang, orang Dayak juga menghormati makhluk hidup di sekitarnya. Mereka tidak membabat semua vegetasi secara habis-habisan, tetapi membiarkan beberapa pohon dan tanaman lain tetap tumbuh untuk memberikan tempat berlindung bagi hewan liar dan serangga yang merupakan bagian penting dari ekosistem.

Manajemen Air dan Tanah: Orang Dayak juga mengelola air dan tanah dengan bijaksana. Mereka membangun sistem irigasi sederhana untuk mengalirkan air ke ladang mereka dan menghindari erosi tanah dengan cara-cara tertentu.

Pengetahuan Turun-temurun: Pengetahuan tentang cara berladang yang arif dan bijaksana ini telah diturunkan dari generasi ke generasi. Orang tua mengajarkan anak-anak mereka tentang praktik-praktik yang berkelanjutan dan ramah lingkungan sehingga kearifan ini terus berlanjut.

Cara berladang orang Dayak yang arif dan bijaksana ini telah membantu menjaga kelestarian lingkungan di daerah mereka selama bertahun-tahun. 

Namun, sayangnya, dengan perubahan zaman dan tuntutan pertanian modern, beberapa praktik ini mulai mengalami tekanan dan perubahan. Contoh nyata: kasus peladang Dayak di Sintang yang diajukan ke sidang pengadilan. Tapi penduduk menolaknya dengan sangat keras! Baca Ladang Orang Dayak.

Upaya pelestarian dan penghormatan terhadap kearifan lokal ini penting untuk dilestarikan. Sedemikian rupa, agar lingkungan alam dan keanekaragaman hayati dapat terus berkembang secara seimbang. 

"Dayak manusia alam," demikian Dr. Samuel Oton Sidin, Uskup Sintang. 

"Karena itu, tidak mungkin mereka menghancurkan hidupnya sendiri. Sebab alam adalah bagian dari kehidupan orang Dayak," papar uskup. 
Baca Samuel Oton Sidin| Uskup Sintang Peraih Kalpataru

Dalam kaitan dengan siklus peladangan Dayak, maka Gawai, naik dango, adalah mahkota atau puncak dari berladang. 

Saat gawai, orang Dayak berterima kasih pada Sang Pencipta. Dayak menyukuri hasil panen dan bergembira bersama sesama. Maka mereka mengadakan upacara adat. 

Karena itu, orang Dayak yang tidak berladang; tidak berhak mengadakan Gawai/ Naik Dango. Ia penggembira saja. *)

LihatTutupKomentar
Cancel