Lambut, Profesor Dayak Berhati Lembut | Ensiklopedia Profesor Dayak 3

Lambut , profesor, Dayak, sastra, budaya, pendidikan, bahasa, Inggris, Lambung Mangkurat, Unlam, Banjarmasin, onderwijs, binnenlander
Lambut: Profesor Dayak berhati lembut

PATIH JAGA PATI : Profesor Dayak berhati lembut lagi fasih berbagai bahasa, termasuk Holland Sprechen ini adalah profesor Dayak senior. Angkatan pertama profesor Dayak yang sempat tercatat, dalam sejarah ke-Dayak-an.

Posturnya tinggi untuk ukuran orang timur. Wajahnya mengesankan seorang yang lemah lembut. Sesuai dengan namanya: Lambut.

Baca Yetrie : Ensiklopedia Profesor Dayak 2

Duduk setara semeja, sebagai narasumber, dengan seroang profesor sesuatu banget.

Betapa tidak! Sebab sang profesor itu senior, dan sangat paham di dalam kepala sastra dan budaya Dayak.

Mahaguru emertius yang tetap semangat

Dia adalah mahaguru emeritus, Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat. Beruntung, saya mengenal baik beliau, bukan sebatas di medsos. Tapi dalam pemikiran dan perasaan. Juga mimpinya tentang Dayak.
 
Saya semeja dengannya dalam seminar ilmiah Dies Natalis Universitas Palangka Raya, tahun 2018. Beliau membawakan topik sejarah Dayak. Saya fokus topik sastra dan komodifikasi budaya Dayak.

Lambut dikenal sebagai seorang akademisi. Ia meraih jenjang jabatan akademik tertinggi, yakni “professor”. Tercatat sebagai Guru Besar Emeritus, Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat.

Pendidikan bahasa Inggris

Keahliannya di bidang mata kuliah “Literature”.
Alkisah, pada zaman ia kuliah, mahasiswa diwajibkan dosen membaca setidaknya 10 standard English Novel. Namun, ia selalu melebihi jumlah yang diwajibkan, yakni membaca 40 standard English Novel.

Dalam hal membaca, menurutnya, mahasiswa masa kini kalah. Membaca belum menjadi budaya di kalangan anak muda. Padahal, membaca menemukan pemahaman yang komprehensif. Itulah hakikat sebuah wacana.

Baca Usop : Ensiklopedia Profesor Dayak 1

Menjadi dosen lebih dari tiga puluh tahun, membuat Lambut berhati lembut dan menempatkan mahasiswa sebagai subjek, bukan objek. Mahasiswa bukanlah tabung kosong yang harus diisi. Setiap orang punya potensi. Dosen bertugas membimbing dan
menggali potensi mahasiswa sepotimal mungkin.

Belajar tiada henti

Ia percaya, belajar tidak berhenti di bangku kuliah. “Jika ada kesukaran dalam belajar, hubungi saya. Jangan malu untuk bertanya,” ia selalu berpesan pada mahasiswa. “

Dan satu hal lagi,” tegasnya. “Jangan bayar saya satu sen pun! Saya bahagia melihat kamu berhasil.” Demikian testimoni mahasiswanya seperti terbaca dalam sebuah jaring sosial (http://green-lit. blogspot.com/2012/07).

Manusia dan budaya Dayak

Selain pakar bidang sastra, Lambut juga aktif di UNESCO sebagai pengakaji masalah manusia dan budaya Dayak. Lambut hafal di dalam kepala --bukan di luar kepala-- sub subsuku Dayak, lenkap dengan nama, jumlah, dan persebarannya. 

Yang banyak dikutip orang adalah pendapatnya yang menyatakan bahwa Dayak bukan berasal dari satu suku asal, melainkan sebutan kolektif untuk menyebut penduduk asli bumi Borneo yang dapat dipilah-pilah berdasarkan berbagai kesamaan

Dalam konteks ini, pencapaian Lambut mengukuhkan fakta historis yang mendasar. Ia tidak hanya mencerminkan sebuah keberhasilan pribadi, tetapi juga memberikan kontribusi pada pembuktian sejarah yang tak terbantahkan. Lambut dengan jelas menegaskan bahwa Dayak mampu mengatasi stereotip dan keterbelakangan yang mungkin pernah melekat pada komunitas mereka.

Di masanya angkatan pertama profesor Dayak bersama Prof. Usop, Dayak masih "terbelakang" di segala bidang, termasuk onderwijs (pendidikan). Namun, Lambut membuktikanbahwa Dayak bisa. Bahkan, bisa meraih gelar guru besar, atau profesor.

Fakta historis ini dapat ditelusuri kembali dalam laporan Hogendorph, seorang kontrolur Banjarmasin, pada tahun 1757. Dalam laporannya kepada pemerintahan Hindia Belanda, Hogendorph menggunakan istilah "binnenlander" untuk menyebut penduduk asli Borneo. Istilah ini mengandung arti bahwa mereka berasal dari "sini dan di tempat ini" (Borneo) dan bukan dari tempat lain. Dengan merujuk pada laporan ini, Lambut memberikan dasar sejarah yang kuat, menegaskan bahwa Dayak memang merupakan penduduk asli yang tidak dapat diidentifikasi sebagai kelompok dari luar.

Dengan meresapi catatan sejarah ini, Lambut tidak hanya meraih prestasi akademis tinggi, tetapi juga menjadi pelanjut tradisi dan warisan budaya Dayak. Ia memberikan kontribusi yang signifikan untuk memahami identitas asli Borneo dan menolak stereotip yang mungkin telah ada sejak lama. Kesuksesan Lambut adalah bukti bahwa kekuatan akademis dan ketahanan budaya bisa menjadi pendorong transformasi positif dalam persepsi dan pengakuan masyarakat terhadap komunitas Dayak.

Penting untuk menghargai bahwa pencapaian Lambut tidak hanya sebatas mendapatkan gelar profesor, tetapi juga meresapi dan memahami signifikansi sejarah dan budaya dari mana asalnya. 

Dengan demikian, perjuangan dan pencapaian Lambut tidak hanya mencerminkan keberhasilan individu tetapi juga mewakili dorongan menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang identitas dan warisan budaya Dayak di mata dunia.

Baca Dayak Tidak Dari Mana Pun, Melainkan Asli Borneo.

Dalam hal ini, Lambut meneguhkan hal fakta historis. Bahwa memang demikian adanya. Seperti juga dicatat kontrolur Banjarmasin, Hogendorph, bertahun 1757 dalam laporannya ke pemerintahan Hindia Belanda yang menyebut penduduk asli Borneo sebagai "binnenlander". Artinya, tidak dari mana pun. Melainkan dari sini dan di tempat ini (Borneo).

Berjuang melalui jalur onderwijs

Pada masa di mana profesor Dayak pertama kali muncul bersama Prof. Usop, Dayak masih dianggap "terbelakang" di berbagai bidang, termasuk dalam hal onderwijs (pendidikan). Kendati demikian, Lambut berhasil membuktikan bahwa Dayak memiliki potensi yang besar. Bahkan, mampu meraih prestasi tertinggi dalam dunia akademis, yaitu gelar guru besar atau profesor.

Keterbelakangan Dayak pada saat itu mungkin tercermin dari keterbatasan akses pendidikan dan peluang yang tersedia. Lambut, dengan tekad dan dedikasinya, menjadi perwakilan nyata bahwa stereotip tersebut dapat diatasi. Melalui perjalanan akademisnya, Lambut berhasil mencapai puncak keberhasilan, membuktikan bahwa Dayak tidak hanya mampu bersaing tetapi juga dapat unggul di dalamnya.

Meraih gelar guru besar atau profesor adalah bukti konkret bahwa Dayak memiliki intelektualitas dan kapasitas akademis yang luar biasa. Lambut tidak hanya mencapai kesuksesan pribadi, tetapi juga membuka pintu bagi generasi Dayak berikutnya untuk mengikuti jejaknya.

Lambut: memberi inspirasi

Keberhasilan ini juga memberikan inspirasi kepada masyarakat umum, menunjukkan bahwa dengan tekad, usaha keras, dan kesempatan yang diberikan dengan adil, siapa pun dapat mencapai prestasi luar biasa di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Dengan pencapaian ini, Lambut tidak hanya menjadi figur penting dalam komunitas Dayak tetapi juga menjadi simbol harapan dan perubahan positif.

Perjalanan karier akademik Lambut, sampai di peak, puncak tertinggi di jalurnya, menunjukkan bahwa transformasi dalam bidang pendidikan dapat membawa dampak signifikan pada perkembangan suatu komunitas, membuka peluang bagi semua orang untuk berkembang dan berkontribusi pada masyarakat secara lebih luas.

(Masri Sareb Putra)

LihatTutupKomentar
Cancel