Sengketa Lahan Sawit di Indonesia

sengketa, lahan, sawit, Indonesia, petani, masyarakat lokal, ekosistem


PATIH JAGA PATI : Sengketa lahan di Indonesia, khususnya terkait perkebunan kelapa sawit, merupakan masalah kompleks yang melibatkan dampak besar pada masyarakat lokal dan lingkungan. 

Meskipun jumlah sengketa tidak terhitung pasti, konsekuensinya sangat nyata, dengan banyak masyarakat kehilangan akses ke hutan dan tanah adat mereka, serta lahan pertanian menjadi korban.

Sengketa lahan makin meningkat

Pada tahun 2017, LSM melaporkan lebih dari 650 sengketa lahan yang mempengaruhi lebih dari 650.000 keluarga, dengan perkiraan dua sengketa terjadi setiap tahun. 

Baca William Chang: Profesor Filsafat Pancasila Yang Ugahari

Data tahun 2008 mencatat 513 sengketa aktif terkait kelapa sawit di Indonesia, 166 di antaranya terjadi di Kalimantan. Pada tahun 2012, 439 sengketa melibatkan perusahaan kelapa sawit dan masyarakat di Kalimantan.

Penggusuran dan penggundulan hutan

Sengketa ini umumnya dipicu oleh penggusuran dan penggundulan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Kebrutalan seperti penyiksaan, penculikan, dan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara bayaran yang disewa oleh perusahaan kelapa sawit menjadi catatan serius dalam sengketa ini. 

Konflik juga muncul terkait batas lahan, kurangnya konsultasi, tindakan ilegal perusahaan, kompensasi yang tidak memadai, dan ingkar janji kepada masyarakat terdampak.

Perlawanan masyarakat lokal seringkali berujung pada korban jiwa, memperdalam perselisihan dan bahkan memecah belah masyarakat. Contohnya adalah persaingan antar etnis muncul karena perampasan tanah dan mata pencaharian, seperti ketegangan antara komunitas Dayak Kristen dan Madura Muslim di Kalimantan.

Baca Dayak Tidak Dari Mana Pun, Melainkan Asli Borneo

Proyeksi penanaman kelapa sawit dalam sepuluh tahun mendatang meningkat, dengan produksi minyak sawit yang seringkali merugikan masyarakat tradisional. Banyak desa menentang keberadaan perkebunan sawit, baik yang baru maupun yang mengubah hutan. 

Masyarakat lokal menjadi korban

Saat sengketa terjadi, masyarakat lokal biasanya menjadi korban, dan tantangan utamanya adalah minimnya dukungan hukum dan keterbatasan LSM yang dapat menangani masalah ini.

Beberapa masyarakat lokal mungkin menerima keberadaan perusahaan kelapa sawit, terutama jika lingkungan mereka sudah terlanjur rusak. Namun, kesepakatan ini seringkali tidak permanen dan bergantung pada perlakuan perusahaan terhadap masyarakat.

Masyarakat lokal yang gigih mempertahankan wilayah mereka melibatkan pertimbangan ekologis. Ketergantungan hidup dengan hutan dan ekosistem menjadi motivasi utama mereka. 

Baca Balai Kepatihan: Simbol Kedaulatan Dayak

Ketakutan akan kehilangan kemandirian ekonomi, tradisi, dan budaya komunal memotivasi perlawanan mereka. Pemilik hukum adat khawatir tradisi mereka akan hilang, dan pemanfaatan hutan berdasarkan adat bisa terancam.

Akar masalah terletak pada keterlibatan pemegang kekuasaan lokal, seperti Bupati dan Gubernur, yang memberikan konsesi tanah kepada perusahaan kelapa sawit. 

Kuasa uang

Tantangan utama dalam memediasi sengketa ini adalah pengaruh perusahaan yang memberikan sumbangan besar kepada politisi, yang pada gilirannya memfasilitasi perampasan tanah.

Baca The History Of Java : Ide Yang Memantik Saya Menulis The History Of Dayak

Perlawanan terhadap industri kelapa sawit telah mencapai skala internasional, dengan demonstrasi damai dan tindakan hukum sebagai bentuk protes. 

Sementara itu, pemerintah cenderung kurang aktif dalam mengatasi permasalahan perampasan tanah. Bahkan terkadang mendukung perusahaan kelapa sawit dengan memberikan hak perkebunan atas tanah masyarakat.

(Ruma Kencana)

LihatTutupKomentar
Cancel