Anwar Ibrahim: Mengapa Tahun 1995 Saya Turut Menandatangangani Petisi?

Anwar Ibrahim, Malaysia, petisi, Mahathir, Gus Dur, forum, demokrasi, Soeharto



PATIH JAGA PATI : Malaysia telah pun lebih awal 2 tahun menuntaskan Pemilihan Raya  (Pemilu) parlemen pada hari Sabtu,19 November 2022. Pemilihan Raya di Malaysia memperebutkan kursi DPR dan Perdana Menteri di negara jiran.

Hasilnya kita sama-sama mafhum. Datuk Anwar Ibrahim berhasil naik ke puncak. Sosok yang selama masa kekuasaan Mahathir Mohamad dibungkam, sekaligus ditekan, akhirnya muncul ke permukaan.

Anwar Ibrahim: Indah pada waktunya

Inilah indah pada waktunya itu!

Di suatu petang, pada  ujung senja (24/11-2022). Yang Dipertoean Agong Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah menyetujui pengangkatan Anwar Ibrahim sebagai perdana menteri Malaysia ke-10.

Baca Dayak Tidak Dari Mana Pun, Melainkan Asli Borneo

Mengikuti dinamika, seklaigus pasang surut karier politik Anwar Ibrahim; menarik dan unik. 

Betapa tidak! Suatu waktu, seakan-akan karier politiknya berakhir. Tak ada harapan. Tak ada ruang untuk bergerak. Karena langkahnya dihadang lawan yang bukan alang kepalang kuat-kuasanya. Namun, ia berkanjang. Menahan segala konsekuensi sebuah perjuangan dan pilihan hidup politik. Total!

Saya jadi teringat peristiwa tahun 1990-an. Manakala Mahathir, yang melihat dan menyadari bintangnya bisa diredupkan oleh Anwar Ibrahim, mulai mengambil tindakan politik. Secara terbuka, Anwar Ibrahim dihadang langkahnya oleh raja di papan catur politik Malaysia. 

Hadangan langkah Anwar Ibrahim bukan hanya mengguncang Malaysia. Tetapi juga sampai gempanya ke Indonesia.

Suatu hari. Saya disodori kertas minta tandatangan. Saya pun, tanpa pikir panjang, turut menandatangani Petisi Mendukung Anwar Ibrahim. Agar ia tidak dizolimi.

Gus Dur dan forum demokrasi

Saya teringat pada tahun 1995. Di Indonesia ada gerakan demokrasi yang dipimpin Gus Dur. Gerakan itu melawan pembungkaman demokrasi Malaysia oleh Mahathir terhadap rival politiknya yang masih muda waktu itu, Anwar Ibrahim yang dikenal cerdas.

Seperti Soeharto di Indonesia. Di Malaysia, kuasa Mahathir omnipotens. Ia bisa melakukan apa saja untuk menyingkirkan, sekaligus membungkam lawannya. 

Sebagai pendekar demokrasi di kawasan Asia Tenggara ketika itu, Gus Dur menggalang kekuatan dari Indonesia untuk mendukung Ibrahim. Gus Dur mengumpulkan sejumlah tokoh. Menandatangani petisi. Lalu setelah konferensi pers, Petisi itu dikirimkan ke penguasa Malaysia saat itu.

Oleh sebab terdapat dua pendekar demokrasi Gus Durian di kantor saya. Maka suatu hari. Kepada saya disodorkan kertas minta tandatangan. Saya pun, tanpa pikir panjang, turun menandatangani Petisi Mendukung Anwar Ibhawim agar tidak dizolimi.

baca Daud Yordan Raih Suara Terbanyak (Sementara) DPD Kalimantan Barat Tanpa Politik Uang

Klimaksnya kita mafhum bersama. Selama puluhan tahun Anwar Ibrahim diam. Namun, pendukungnya masih bersuara. Semakin lama,  semakin tidak terbendung. Hingga akhirnya….. perjuangan itu membuahkan sukses.

Tahun 1997. Dalam suatu perjalanan saya ke Bologna, Italia, untuk mengikuti pameran buku anak-anak tingkat internasional. Di Bandara Changi, Singapura. Saya membeli buku ini.

Saya baca. Tak selembar halaman pun dihiasi foto buku edisi hard cover setebal 157 halaman ini. Lelaki kelahiran 1947 ini memaparkan, di dalam buku ini, kebangkitan Asia.


Salah satu bagian penting buku ini adalah gagasan Anwar mengenai pembangunan ekonomi Asia yang beretika. Dalam “Ethics and Economics”, dipaparkan bahwa ekonomi haruslah dijalankan secara beretika. Yang kuat tidak memakan yang lemah. Keadilan ekonomi, haruslah dirasakan masyarakat banyak.

Anwar Ibrahim: simbol perlawanan

Suami dari Dr. Wan Azizah Wan Ismail, yang dikaruniai 6 anak ini, simbol perlawanan atas kekuasaan yang sewenang-wenang. Ahimsa. Melawan tanpa mencederai.

Cara perlawanan semacam inilah yang sungguh efektif. Dan menuai simpati. Bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga masyarakat-dunia. Sedikit demi sedikit. Lama-lama bagaikan gelombang pasang. Pada akhirnya, menang.

Sungguh perjalanan politik dan perlawanan Anwar Ibrahim yang dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang. 

Metode perlawanannya yang menggunakan prinsip Ahimsa (melawan tanpa mencederai) dianggap efektif dan mendapatkan simpati, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di masyarakat dunia. 

Pembaca diajak untuk belajar dari pengalaman Anwar Ibrahim, sambil menantikan realisasi janji untuk melakukan renaisans.

  • Masri Sareb Putra

LihatTutupKomentar
Cancel