Marion Mengguncang Panggung Kepatihan Jaga Pati, Ketapang

Marion, Martin Rantan, Alexander Wilyo, Patih Jaga Pati, Hulu Aik, Ketapang, Kalimantan Barat

Marion in action ketika bernyanyi dan menghibur hadirin.

PATIH JAGA PATI : Marion Hendri lengkap namanya. 

Ribuan mata tertuju pada penyanyi dan pencipta lagu asal Kalimantan tengah itu pada acara peremsian Balai Kepatihan Jaga Pati Domong Sembilan Domong Sepuluh di Ketapang, Kalimantan Barat yang berlangsung 2 - 4 Mei 2024.

Di sela-sela acara peluncuran buku Sumpah Kedalatan Patih Jaga Pati Raden Cendaga Pintu Bumu Jaga Banua Alexander Wilyo yang ditulis Masri Sareb Putra dan Thomas Tion dan diterbitkan Lembaga Literasi Dayak, Marion memukau hadirin dengan rentak lagu dan syairnya yang khas.

Pria bertubuh tambun itu menunjukkan kelasnya sebagai menjadi bintang tsamu di antara artis lainnya pada malam syukuran penutupan acara 4 Mei 2024. Marion mempertontonkan lagu yang bukan saja lucu dan mengguncang, melainkan juga cerdas dan langsung mengena.

Bupati Ketapang, Martin Rantan dan Sekrearis Daerah Alexander Wilyo serta hadirin berkali-kali dibuatnya tertawa terbahak dengan syair lagunya yang menyentuh hati diiringi rentak irama musik yang memikat. Membuat semua yang haris turut bergoyang.

Tak syak, sejumlah tamu pun mengerubunginya. Selama dan usai "bergoyang", nyawer untuk penyanyi Dayak yang luar biasa ini.

Narasi dan lagu aktual yang menyentuh

Melalui suara yang khas, dan syair yang pas untuk situasi saat utym Marion telah mengukir narasi yang memperkaya wawasan kita terhadap isu sosial dan kebudayaan Dayak. Tidak hanya sebagai penyanyi dan pencipta lagu, Marion telah membentuk dirinya sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan, menghubungkan kearifan lokal dengan konteks global melalui musiknya.


Marion, artis-artis lokal, dan penonton yang antusias.


Lirik-lirik Marion tidak hanya sekedar kata-kata yang diiringi melodi, tetapi cerminan dari realitas sosial yang dialami oleh masyarakat Dayak. 

Di balik setiap bait lagunya, ada cerita tentang kehidupan, perjuangan, dan juga harapan. Contoh paling menggugah mungkin adalah lagu "Saluang Kitik-kitik," yang tidak hanya mencerminkan keindahan alam Kalimantan tetapi juga menangkap spirit masyarakatnya yang berjuang untuk mempertahankan identitas dan budaya mereka.

Dengan menggunakan instrumen tradisional seperti gendang dan sape, Marion tidak hanya menciptakan musik yang enak didengar tetapi juga mengedukasi pendengarnya tentang kekayaan musik tradisional Dayak. Instrumen-instrumen ini, dalam harmonisasi dengan elemen musik modern, menjadi simbol resistensi budaya sekaligus adaptasi terhadap zaman.

 Kritik Sosial yang Disampaikan dengan Etika

Marion Hendri mengambil pendekatan yang unik dalam menyampaikan kritik sosialnya. Alih-alih menghardik atau bersuara keras, ia memilih untuk memakai syair yang puitis dan melodi yang mendamaikan. Ini adalah strategi yang sangat efektif karena memungkinkan pesannya untuk meresonansi dengan mendalam di hati pendengarnya, membuat mereka merenung dan mungkin bertindak, tanpa merasa diserang.

Misalnya, dalam menyuarakan frustasi terhadap infrastruktur transportasi di Kalimantan yang kurang memadai, Marion menggunakan analogi dan metafora yang menyentuh hati pendengar, membangkitkan empati dan pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas masalah tersebut. 

Marion dengan cerdik menggambarkan Kalimantan sebagai anak yang terlupakan, sebuah gambaran yang memicu simpati dan pemahaman pada level yang lebih personal.

Penyuluhan dan Pendidikan Melalui Musik

Marion juga menggunakan syair dan lagunya untuk edukasi dan literasi. Setiap konser dan penampilan publiknya tidak sekedar untuk hiburan, tetapi juga sebagai kesempatan untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya melestarikan alam dan budaya Dayak. 

Penonton diajak untuk menggali lebih dalam tentang nilai-nilai budaya yang mungkin belum mereka mengerti sepenuhnya.

-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar
Cancel