Ignatius Sunarto, Tokoh Senior Ketapang, 80 Tahun

Ignatius Sunarto, tokoh senior, Ketapang, 80 Tahun, Jawa, Dayak, Karismatik, Katolik

Ignatius Sunarto.

 PATIH JAGA PATI : 
Masa hidup kami tujuh puluh tahun, dan jika kami kuat, delapan puluh tahun -- demikian Mazmur 90, ayat 10 mengingatkan.

Jika Ignatius Sunarto mencapai usia 80 tahun, berarti ia: kuat!

Itulah sebabnya, sore itu, Kamis 1 Februari 2024, adalah waktu terindah bagi sosok pria kalem, bijaksana, dan murah senyum, Ignatius Sunarto. Betapa tidak! Hari itu ia boleh merayakan Ulang Tahun (Ultah)nya yang ke-80. 

Baca Pastor Lintas 75 Tahun: Untuk Gereja Dan Khususnya Umat Paroki Tembelina

Baginya dan keluarga, ini semata-mata karena anugerah Tuhan, anugerah terindah; yang tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Menurut Kitab Suci, “Masa hidup kami 70 tahun dan 80 tahun jika kuat, kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru dan kami melayang lenyap” (Maz. 90:10).

Putri sulungnya, Agustina Clara yang sering disapa Yuyun, mengajak ketiga adiknya, Albertine Tri Kurniasih (Asih), Kristina Sulistyani (Lilis), dan Alfonsa Sari Cahyanti (I’in) untuk membuat event khusus, guna merayakan Ulang Tahun ayahandanya yang ke-80, bersama keluarga besarnya. Yuyun tahu bahwa ayahnya adalah aktivis Karismatik sejak muda, ketika masih kuliah di Pontianak. Ayahnya menyukai lagu-lagu rohani bergaya Pembaharuan Karismatik Katolik.

Dalam rangka merayakan event istimewa ini, akan diadakan perayaan Misa Syukur yang akan dipimpin oleh Rm. Ph. Istejamaya, Pr, yang adalah Moderator Badan Pelayanan Keuskupan (BPK) Pembaharuan Karismatik Katolik (PKK) Keuskupan Ketapang.

Untuk itu Yuyun juga sudah menghubungi Tim Pujian atau Worship Leader (WL) Gerakan Pembaharuan Karismatik Katolik Keuskupan Ketapang, Nilus Kasmi, dkk, termasuk memberitahu dan mengundang Koordinator BPK PKK Keuskupan Ketapang, Tody Hartono. Bukan hanya itu, undangan yang hadir adalah para aktivis Karismatik, keluarga dekat, para Biarawan/Biarawati, dan para mantan peserta didik Ignatius Sunarto baik saat di SMP Usaba 1, maupun di SMA St. Yohanes Ketapang.

Misa Syukur

Misa Syukur berjalan lancar dan meriah. Umat yang hadir tidak kurang dari 200-an orang kelihatan ceria dan bersemangat. Selesai misa dilanjutkan dengan acara pemotongan tumpeng dan lagu “Selamat Ulang tahun”.

Suasana Misa Syukur ulang tahun Ignatius Sunarto ke-80.

Ada juga lagu khusus persembahan para cucu-cucunya, untuk sang kakek. Kemudian ada sambutan Ignatius Irawan mewakili keluarga dan pernah tinggal bersama keluarga ini waktu SMP. Menurut Irawan, keluarga Ignatius Sunarto dan Lusia Ey Setiati adalah keluarga yang harmonis dan guyub serta taat beribadah. Padahal latar belakang budaya mereka berbeda; Ignatius Sunarto dari Sendang sono, Jawa Tengah, sedangkan Lusia Ey Setiati berasal dari Cenayan, Sekadau (Dayak).

Baca Dayak Tidak Dari Mana Pun, Melainkan Asli Borneo

Leonardus John Lukman, seorang tokoh masyarakat dan mantan siswa Ignatius Sunarto di SMA St. Yohanes pada tahun 1984 yang didaulat oleh Pembawa Acara untuk bercerita, mengungkapkan bahwa Ignatius Sunarto adalah sosok guru yang berwibawa dan mampu menyajikan mata pelajaran Matematika yang rumit dan sulit menjadi materi yang mudah difahami dan disukai. Berikutnya adik kelas 6 tahun Ignatius Sunarto di SPG Van Lith, Muntilan, PH. Murdiyanto mengungkapkan bahwa kehadiran dia dan teman-temannya yang lebih muda di Ketapang yang juga sesama alumni SPG Van Lith Muntilan, karena terinspirasi oleh Ignatius Sunarto yang telah datang lebih dahulu.

Acara Misa Syukur ini diakhiri dengan makan malam bersama. Seluruh undangan yang hadir boleh menikmati hidangan yang lezat yang disajikan oleh tuan rumah. Saat pulang, semua peserta dihadiahi souvenir oleh pihak keluarga sebagai ungkapan syukur atas penyertaan Tuhan dan kehadiran seluruh undangan pada acara syukuran ini.

Ignatius Sunarto: Lahir dari Keluarga guru

Ignatius Sunarto, seorang alumni SGA/SPG Van Lith Muntilan yang dengan mantap memutuskan untuk merantau ke Tanah Kayong, Ketapang pada tahun 1964 setelah lulus, Lahir pada 1 Februari 1944 di desa Kajoran, Sendangsono, Yogyakarta. Ia adalah anak sulung dari Antonius Sunarjo Martasiswoyo dan Valencia Kustinah yang merupakan pasangan guru.

Dalam keluarga yang penuh dengan jejak pendidikan, Ignatius Sunarto tumbuh bersama tiga saudara kandungnya: Bernardinus Sunaryo, Theresia Murwani, dan Maria Antonia Murniastuti. Orangtuanya, sebagai guru yang berdedikasi, memberikan warisan luhur dalam dunia pendidikan. Bapaknya pernah mengajar di beberapa SD, seperti Kalasan, Kalirejo, Keruk Magelang, dan Kenalan Magelang. Sementara ibunya, pernah menjadi guru di SD Kanisius Promosan Yogyakarta. Tak heran, semangat pendidikan turut menyelimuti Ignatius dan ketiga saudaranya yang juga mengikuti jejak orangtua mereka menjadi sosok pendidik.

Baca Tiwi Etika : Satu Lagi Profesor Dayak

Ignatius Sunarto mengawali pendidikannya di SD Kanisius Promasan, Kalibawang, Yogyakarta, tempat di mana sang ibu juga mengajar. Kemudian, perjalanan pendidikannya melanjutkan ke SMP Van Lith di Muntilan pada tahun 1958–1961, dan kemudian melanjutkan ke SGA Van Lith Muntilan pada tahun 1961–1964.

Memilih merantau dan bertugas di Ketapang

Saat lulus, ia mendapat tawaran dari Para Bruder FIC yang mengelola SD dan SMP Usaba di Ketapang untuk menjadi guru di Ketapang. Tanpa ragu-ragu, dengan restu kedua orang tuanya, Sunarto memutuskan untuk memulai karier barunya sebagai guru SMP di Ketapang.

Ternyata perjalanan menuju Ketapang bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi merupakan perjalanan yang panjang dan penuh petualangan. Dari Semarang ke Ketapang harus melalui jalur laut yang memakan waktu berminggu-minggu, menggunakan Kapal Dagang ke Pontianak, setelah itu baru ke Ketapang. 

Tiba di Ketapang pada tanggal 28 Juli 1964, Sunarto langsung diantar ke Asrama Guru di Jl. Dr. Sutomo Ketapang, yang dulunya adalah bekas pabrik es yang dibeli oleh Bruder FIC untuk dijadikan asrama guru.

Menemukan Jodoh dan Cinta Sejati
Ignatius Sunarto memulai kariernya sebagai guru di SD Usaba Ketapang pada tahun 1964, kemudian dipindahkan ke SMP Usaba. Di sini, ia mengajar berbagai mata pelajaran, menjadi bagian dari tim pendidikan yang dipimpin oleh kepala sekolah Br. Albertus Kroll, FIC, kemudian Br. Isodorus, FIC. 

Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1965, Suster Yosepha Kartini, OSA, yang adalah Kepala SKKP Kartini memintanya untuk mengajar di SKKP milik para Suster OSA. Pak Narto bersama rekan-rekan guru lainnya membimbing para siswa dengan kurikulum mirip SMP, dengan tambahan pelajaran ketrampilan.

Di SKKP dan Asrama Putri Bintang Kejora milik para Suster OSA inilah ia mengenal seorang gadis Dayak cantik nan menawan asal Cenayan, Sekadau, yang kemudian menjadi jodoh dan cinta sejatinya. Pada 5 Juli 1969, atau 5 tahun setelah bekerja di Ketapang dan pada usia 25 tahun, Ignatius Sunarto memutuskan menikah dengan Lusia Ey Setiati, sang pujaan hati. Pernikahan mereka diberkati di kapel kecil di Kampung Cenayan, Sekadau.

Perjalanan dari Ketapang ke Sekadau waktu tidak mudah; mereka tidak melewati Pontianak, tetapi melalui sungai Keriau menggunakan motor air dan rakit dari kayu gelondongan, dan memakan waktu 3-4 hari. Dari pernikahan ini, mereka dianugerahi empat orang putri: Agustina Clara, Albertine Tri Kurniasih, Kristina Sulistyani, dan Alfonsa Sari Cahyanti.

Mendapat Tugas Belajar di Pontianak

Pada Tahun 1977, Ignatius Sunarto mendapat tugas belajar dari Yayasan Usaba untuk melanjutkan kuliah S-1 Jurusan Pendidikan Matematika di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Sambil kuliah, ia juga mengajar di SMP Suster dan SMP Bruder Pontianak. 

Pada tahun 1985, setelah lulus dari Untan, ia kembali ke Ketapang dan mulai mengajar di SMA Santo Yohanes, sebuah sekolah yang baru didirikan oleh Yayasan Pangudi Luhur, milik Bruder FIC. 

Setelah 12 tahun bertugas sebagai guru PNS di SMA St.Yohanes Ketapang, pada tahun 1997 Ignatius Sunarto dipindahkan dan diangkat menjadi Kepala Sekolah STM Usaba milik Keuskupan Ketapang sampai tahun 2006, ketika sekolah ini terpaksa ditutup karena tidak ada peminatnya. 

Pada tahun 2004, ia mengakhiri tugasnya sebagai PNS karena memasuki usia pensiun, namun ia masih menjadi tenaga honorer di SMA St.Petrus, yang merupakan pengganti STM Usaba sampai tahun 2008.

Menikmati masa Pensiun

Sejak tahun 2008, Ignatius Sunarto memutuskan berhenti total dari tugasnya sebagai guru dan mulai menekuni hobinya, yaitu berkebun. 

Pada tahun 2019, atau pada usia 75 tahun pasangan Ignatius Sunarto dan Lusia Ey Setiati merayakan Ulang Tahun Perkawinan emas atau 50 tahun, suatu titik yang hanya dapat dicapai oleh orang-orang tertentu saja, termasuk pasangan Sunarto dan Lusia ini.

Sebagai keluarga Kristiani, mereka termasuk keluarga yang sukses dan dapat menjadi teladan bagi keluarga-keluarga lain, terutama keluarga muda. Betapa tidak, keempat anaknya semua sudah mandiri dan sukses dalam karier masing-masing. Mereka telah mempersembahkan banyak cucu, terutama dari putri sulungnya, Yuyun. 

Dan pada tahun 2024 ini, Tuhan menurunkan berkat umur Panjang untuk Sosok Sang Pendidik dan Ayah yang hebat dalam keluarga sehingga mencapai usia 80 tahun.

Selamat Ulang Tahun ke-80 Sang Guru dan Bapak teladan. Tidak lupa, di belakang suami yang berhasil, ada sosok isteri yang hebat, itulah Lusia Ey Sunarto.

Setia pada komitmen

Menurut pengamatan Amon Stefanus, salah satu siswanya waktu di SMA, pasangan teladan ini telah menunjukkan beberapa prinsip yang menjadi landasan keberhasilan pernikahan dan keluarga mereka. 

Setia pada komitmen "sekali seumur hidup" dan "tidak dapat dipisahkan," selalu berdoa bersama, menyelesaikan perselisihan dengan cepat, terbuka dalam hal keuangan, bersyukur, dan selalu bersama dalam membesarkan anak-anak.

Terima kasih untuk teladan yang indah ini. Selamat Panjang umur Pak Sunarto dan terus sehat. (R.Musa Narang).

LihatTutupKomentar
Cancel